Wednesday, September 18, 2002

Malam Terajam Kelam


Bentangan kerlip pijar cahaya di gedung itu mengingatkan Joe pada sebuah malam yang pernah dilaluinya dengan Audrey. Malam begitu pekat oleh kegalauan, meskipun kerlip bintang tak meminta balas untuk terus menerangi pembicaraan mereka.

"Maafkan, Joe. Aku terlalu mencintaimu. Sangat. Untuk itulah aku ingin pergi dari kamu,"
Suara Audrey itu masih diingat benar oleh Joe, sebagaimana dia tidak lupa akan suara semilir angin yang mampu meredam kegalauannya ketika itu, walau sesaat.
"Kamu mencintaiku, tapi kenapa pergi dari aku ?"
Andai saja Joe mampu mengucapkan itu di depan Audrey saat itu. Ah, kenapa begitu berat menjaga suasana ?

Storm Warning mengalun lembut, mengalir di sela sela ruangan kantor Joe yang senyap. Diusahakannya memungut kepingan-kepingan kenangan yang terserak di ruang masa lalunya bersama Audrey. Dengan itu Joe berharap, dia tidak berubah menjadi benci kepada Audrey yang akan meninggalkannya.

Dering telepon genggamnya menyambut Hillary James menuntaskan Storm Warning. Joe menghela napas, ketika dia tahu Audrey yang menghubunginya. Sekejab senyap, hingga suara halus itu menyentak benak Joe.
"Joe, aku pergi malam ini. Selamat tinggal, " Suara Audrey di seberang terasa lembut bagi Joe, meski dia sadar bukan kalimat itu yang diharapkannya. Bagi Joe malam itu, kata perpisahan Audrey sama lembutnya ketika Audrey banyak bercerita tentang kesehariannya. Sama lembutnya ketika mereka bercanda, bahkan sama lembutnya ketika mereka berdebat.

Storm Warning sudah benar-benar menghilang dari ruangan kantor Joe, namun kerlip pijar di luar masih genit memamerkan pesonanya. Seakan tidak rela terenggut oleh kelam, yang pasti datang.
"Joe....."
"Ya, aku di sini, untuk melepasmu...."
Senyap begitu ramai merasuk di kedua benak mereka. Malam pun kian terajam --oleh kelam -- tapi tidak di hati Joe, karena dia telah ikhlas membebaskan cinta....